Mia : Riska
Dika :
Pradit
Roy :
Tokici
Viona :
Erista
Selly :
Bela
Ibu Mia :
Azizah
Kak Mulan :
Eni
Kak Ian :
Rozi
Guru : Eni
Cowok 1 :
*rekaman*
Cowok 2 :
*rekaman*
Guru BK :
Eni
Clarissa :
Azizah
MIA ALODIA
Dikisahkan pada suatu pagi yang cerah, di
depan hiruk pikuk gerbang sekolah oleh para siswa yang ingin memasukinya,
lewatlah seorang gadis cantik yang mengeluarkan aura kelembutan dan kecerahan.
Ia melewati gerbang sekolah dengan perasaan bahagia karena sudah tidak terasa
dia telah bersekolah di sekolah barunya selama seminggu. Namun walaupun baru
seminggu, Mia –nama si gadis cantik ini- memiliki segudang fans disekolah
barunya ini. Syukurlah, Mia tidak pernah mau menyombongkan segala seuatu yang
ia miliki selama ini. Karena ia tahu, bahwa segala pemberian itu tidak lain
adalah dari Tuhan YME saja.
Wow…Mia memang sangat cantik. Namun satu
kelemahannya, ia sangat sulit menghafal teman-teman barunya. Sangat
disayangkan…
Dika : (Berlari
terengah-engah) “Mia! Tungguin aku dong!”
Mia : “Siapa itu?”
Dika : “Ini aku ta, masa nggak tau. Kan aku
temenmu seminggu yang lalu?”
Mia : “Oiya ya kamu Dika, jadi inget kejadian
seminggu yang lalu…”
Mia : (flashback)
7 hari 7
jam 7 menit yang lalu
Guru : “Anak-anak hari ini kita kedatangan murid
baru dari Jakarta.”
Mia : (masuk
kedalam kelas…)
Guru : “Silahkan perkenalkan dirimu nak.”
Mia : “Pagi teman-teman. Nama saya Mia Alodia,
saya pindahan dari Jakarta, salam kenal ya,mohon bantuannya .” (tersenyum)
Anak anak : “Hai Mia, salam kenal juga…”
Cowok1 : “Cantik juga ya anak baru itu.”
Cowok2 : “Iya. Senyumnya manis pula, kayaknya aku
naksir deh.”
Sekelasan : “Cieeeeee”
Guru : “SSST! Semuanya tenang! Mia kamu bisa duduk
di bangku belakang samping Dika.”
Mia : (mengangguk
sambil berjalan ke arah bangku belakang itu)
Dika : (menjulurkan
tangan sambil tersenyum) “Hai Mia, salam kenal namaku Dika.”
Mia : “Hai Dika salam kenal juga ya.” (menjabat tangan Dika sambil tersenyum)
Guru : “Baik anak-anak, sekarang kalian semua buka
buku kalian halaman 150. Kerjakan langsung dibuku itu, penjelasannya sama
seperti minggu lalu. Kalau ada yang masih bingung silahkan bertanya.”
Roy : “Mia kok cantik betul sih, duduk sama aku
aja dong.”
Mia : “Ng, makasih, tapi aku kan sudah duduk sama
Dika.”
Roy : “Halah, Dika itu ga ada apa-apanya. Aku aja
sebenernya kan lebih pinter dari Dika.”
Mia : “Oh ya?”
Dika : (memandang
sinis ke arah Roy) “Pak, Roy daritadi ribut sekali sampai-sampai saya tidak
bisa mendengarkan pelajaran.”
Guru : (marah)
“Roy! Kembali ke tempatmu sekarang! Ini lagi pelajaran kimia, bukan pelajaran
menggoda anak baru!”
Sekelasan : (tertawa
terbahak-bahak)
Rupanya tidak terasa sekali pelajaran kimia
pada hari itu. Hingga tiba-tiba terdengar bunyi bel tanda istirahat menggema di
seisi sekolah…
Guru : “Baiklah anak-anak, sekian dulu pelajaran
hari ini. Jika ada yang ingin ditanyakan bisa dipertemuan selanjutnya.
Assalammualaikum…” (pergi dari kelas)
Sekelasan : “Walaikumsalam…”
Mia : (merapihkan
buku-buku di mejanya)
Dika : “Mia, sorry buat kejadian tadi ya. Roy itu
memang suka caper.”
Mia : “Ahahaa, iya gpp kok.”
Viona : “Dik, mana pr ku? Sudah kamu kerjain
belum?!”
Dika : “Su…sudah kok….bentar ya…” (mencari-mencari buku di dalam tasnya)
Viona : (melihat
kearah Mia) “Hai Mia-si-murid-pindahan. Nama gue Viona.”
Mia : “Hai Viona, salam kenal.” (tersenyum)
Viona : “Oya, baidewei lo pinter ga?”
Mia : “Wah gatau juga deh. Kenapa memangnya?”
Viona : “Ya manatau lo sepinter Dika gitu kan. Jadi
lo bisa bantu gue buat ngerjain pr-pr HAHAHA!”
Dika : “Ini Vi pr fisika lo…” (menyerahkan buku)
Viona : “MANTAP! Kerja lo bagus banget dik. Oke gue
pergi dulu ya, dadah~”
Mia : “Viona itu preman di sekolah ini ya, Dik?”
Dika : “Iya, kok kamu bisa tau?”
Mia : “Keliatan banget dari cara dia ngomong. Di
Jakarta banyak anak-anak yang seperti Viona, jadi aku ga heran sih.” (tersenyum)
Dika :
“Hahaha oya kamu laper ga? Klo laper
biar kamu kuanterin ke kantin nih.”
Mia : “Hmm… dikit sih. Yaudah deh.”
Dika : “Let’s go.”
Mia dan Dika akhirnya pergi pergi ke kantin untuk membeli camilan
kecil-kecilan. Saat sedang memesan makanan, tiba-tiba seorang perempuan
berteriak.
Selly : “Jangann……. Ahahahggrgrgrgghh!” (suara benda terjatuh dan berhamburan)
Mia : (menoleh
kearah sumber suara) “Eh eh.. ada ribut-ribut apa tuh?”
Dika : “Pasti
Viona lagi bikin ulah…”
Mia : “Ayo kita kesana!”
Viona : (menghambur
bekal makanan Selly) “Hari gini bawa bekal? Gak jaman deh ya!”
Selly : (meringis
menahan tangis) “Tolong jangan ganggu aku, vin. Aku gaada salah sama kamu…”
Viona : (teriak)
“ADA! Kamu itu anak kampong ga berhak sekolah disini!”
Mia : “Stop Viona! Kamu kelewatan!” (mencegah Viona meneruskan kejahatannya)
Viona : (melirik
Mia) “Dih, si anak baru rupanya. Ngapain kamu bela-belain anak ingusan kaya
Selly, heh?!”
Mia : “Sudah vi, dia kan gak salah apa-apa.”
Viona : (mendorong
Mia) “Kamu gak usah jadi sok kaya pahlawan gitu deh! Gak jaman tau gak?!”
Dika : (membela
Mia) “Sudah vi, cukup. Kamu belum puas gangguin Selly tiap hari?”
Viona : “Ini juga! Heh anak culun! Tau apa lo? Mau
jadi pahlawan juga?!”
Mia : (menepuk
pundak Viona) (SING A SONG. MULAI MUSIKAL)
Karena keributan itu seorang guru pun mendatangi mereka. Apesnya, guru
tersebut adalah guru BK yang paling galak…
Guru BK : (marah)
“Kalian berdua sudah cukup! Ikut ibu ke runag BK sekarang!”
Mia : “Ta…tapi bu, saya gak ngelakuin apa-apa…”
Guru BK : “Sudah gak usah banyak alasan, ikut ibu
sekarang juga!”
Setelah kejadian itu Mia terpaksa mengikuti perkataan guru BK bersama
dengan Viona. Setelah keluar dari ruang bk tiba-tiba mereka menjadi berteman.
Entah apa yang dinasihati guru BK tersebut, tapi yang pasti sejak kejadian itu
Viona tidak pernah mengganggu Selly lagi ataupun menggangu siswa yang lain.
Intinya Viona tidak berkelakuan seperti preman lagi.
Mia : (teringat
kembali) “Hahaha klo inget-inget kejadian seminggu yang lalu jadi gimana
gitu…”
Dika : “Hahaha kamu juga. Berani banget sih
ngelawan Viona. Tapi syukurlah dia sekarang berubah.”
Viona : “Hayu! Lagi ngomongin aku ya?!” (tiba-tiba datang dari belakang)
Mia : (kaget)
“Eh, Vio! Bikin kaget aja kamu ini!”
Dika : “Astaghfir…Astaghfir……..” (elus-elus dada)
Viona : “Eheheee… Maap deh. Yok masuk kelas, bentar
lagi masukan soalnya.”
Mia-Dika : “Yok!”
Mia : (masuk
kelas-membersihkan meja-menemukan sesuatu) “Eh? Ini apa?”
Dika : (kaget)
“WIH! Mia dapat boneka! Dari siapa tuh?!”
Mia : (bingung)
“Ga tau juga, dik… tapi ini ada suratnya sih…”
Viona : “BUKA, MI! manatau disitu ada nama
pengirimnya kan?”
Roy : (tiba-tiba
masuk kedalam kelas) “Itu gue loh yang ngirim, mi. Super gentle kan gue?” (menaikkan
rambutnya)
Viona : “Bacot lu, Roy. Ayo mi, buka sekarang!”
Mia : (membuka
surat-membaca surat) “Buat Mia. Hai salam kenal, sorry klo aku ngasih
barang ini ga ke kamu langsung. Jujur, gue akui gue itu pengecut. Apalagi klo
di depan lo, Mia. Semoga lo suka sama barang ini ya. Keep on spirit to study at here!”
Viona-Dika : “CIEEEEE………”
Roy : “Siapa sih itu?! Sok iya banget gangguin
Mia!”
Mia : “Ng…gatau juga…disini sih ga ditulis klo
yang ngirim itu siapa.”
Viona : “Berarti itu secret admirrer-mu dong! Cieee Mia punya secret admirer… IIIH, jadi iri deh sama kamu, mi!” (tersipu-sipu)
Mia : (nada
datar) “Tapi aku gasuka…”
Dika : “Gasuka apanya mi? kamu gasuka bonekanya?”
Mia : “Bukan. Klo bonekanya gapapa, tapi…”
Roy : “Pasti kamu ngerasa terganggu kan?! ahahaha
aku tau! Udahlah mi, aku tau kok kamu Cuma mau nerima kado dari aku seorang…”
Viona : “Bisa diem ga sih, Roy? Tapi kenapa, mi?”
Mia : “Aku suka ngerasa risih aja. Bukannya aku
ga terima klo misalnya ada yang ngefans sama aku. Cuman, aku suka ngerasa
terganggu aja. Gatau deh kenapa.”
Dika : “Udahlah, mi. namanya juga orang lagi
usaha. Mending kamu simpen dulu deh boneka, bentar lagi masukan loh.”
Mia : “Okedeh.”
Selesai jam pelajaran, bel istirahat berbunyi. Mia dan Viona pergi ke
kantin untuk beristirahat sejenak sambil membeli 2 mangkok bakso. Keheningan
pun memecah setelah Viona membuka percakapan.
Viona : “Siapa yang ngasih boneka itu ya, mi?”
Mia : “Udah ah, gausah dipikirin, vi.”
Viona : “Loh? Namanya juga penasaran. Manatau yang
ngasih laki-laki ganteng kan?”
Mia : “Viona….udah ah…” (muka masam)
Kak Ian : (tiba-tiba
datang) “Permisi bu, baksonya satu.”
Viona : (melirik
kak Ian) “Wes! Kak Ian tumben ke kantin. Biasanya puasa…”
Kak Ian : “Halah. Diem aja deh yang mantan preman.
Gue lagi mood makan nih.”
Viona : “Apa lu kata dah. Mi dimakan dong baksonya,
lemes amat sih.”
Mia : “Sabar, vi. Namanya juga masih panas.”
Kak Ian : (memberikan
uang sambil megambil semangkok bakso) “Makasih ya bu. Duluan ya, vi.”
Viona : “Yooo.”
Mia : “Siapa itu, vi?”
Viona : “Namanya Ian. Kakak kelas kita tuh. Dia
senior-ku di ekskul karate. Kenapa?”
Mia : “Oh, gapapa.”
Viona : “Banyak cewek-cewek yang ngejar dia loh.
Sudah ganteng, pinter ngaji, jago karate pula. Ga tertarik sama dia kah, mi?
weheheheeee.”
Mia : (menggeleng)
“Udah ah, aku mau balik.” (pergi
meninggalkan Viona)
Viona : “Loh? Loh? Mia? Tungguin woy!”
Esok
harinya…
Mia : (membersihkan
mejanya lagi dan menemukan sesuatu lagi) “Demi deh! Ini dari siapa sih?”
Roy : “GILE! Kamu dapat lagi, mi?! apa isi
kadonya? Trus suratnya ada ga?”
Mia : “Iyanih. Hari ini dia ngasih cokelat. Isi
suratnya Cuma ‘GWS. Jangan lesu lagi dong mukanya’ trus pake emot senyum.”
Roy : “Itu orang emang kebangetan. Tega banget
gangguin ayang Mia…”
Viona : “AYANG MIA?!!! Idih!!! Sejak kapan lu jadi
menjijikan kayak gitu, heh?!”
Dika : “SSTT. Semuanya, kayaknya aku tau yang
ngirimin itu siapa. Sini semuanya…” (bisik-bisik)
Mereka
berempat membentuk lingkarang sambil berbisik-bisik…
Roy : “AYOK SEKARANG KITA KE KELASNYA!”
Sesampai di depan kelas si pelaku. Roy langsung masuk tanpa babibu atau
komando dari teman-temannya. Benar-benar pengricuh suasana. Keadaan kelas yang
awalnya kondusif dan tentram menjadi sangat terganggu dengan kehadirannya Roy
di kelas mereka.
Roy : “Woy! Siapa disini yang namanya Selly?!”
Clarissa : “Hei, santai aja dong. Gausah teriak-teriak
gitu di kelas orang.”
Roy : (kaget
sambil membetulkan dasi dan rambutnya) “Oh…Hai Clarissa. Boleh tau temenmu
yang namanya Selly yang mana ya? Gue ada perlu nih sama dia.” (nyengir-nyengir)
Clarissa : “Tuh, dia lagi dipojokan. Paling dia lagi
baca buku. Oya, inget ya Roy, jangan pernah lagi teriak-teriak kayak gitu
dikelasnya orang.” (tersenyum jengkel)
Roy : “Okedeh cantik… yo, guys, ayo masuk.”
Mia, Viona, Dika dan Roy mendatangi tempat Selly. Selly yang sedang
baca buku sama sekali tidak sadar dengan kedatangan 4 sekawan ini.
Mia : “Permisi, kamu Selly?”
Selly : (melirik
Mia, sambil menutup bukunya) “Ya, ada ap—?” (kaget dan tertegun melihat Viona)
Viona : “Nggg… sepertinya gue lebih baik keluar
deh.” (ppergi keluar sambil diikuti Dika dan Roy)
Mia : “Selly…sorry ya. Aku ga tau klo kamu masih
takut sama Viona. Tapi dia udah berubah kok, seriusan deh.”
Selly : “Iya gapapa. Aku ngerti kok. dan aku juga
tau alasan kedatanganmu kesini. Pasti kamu mau nanyain soal kado yang kamu
terima 2 hari berturut-turut itu kan?
Mia : “I…iya.”
Selly : “Maaf ya, mia. Jujur aku ga bermaksud buat
gangguin kamu. Aku Cuma disuruh buat naro kado-kado itu di dalam laci kamu.
Sama orang itu aja aku ga kenal. Soalnya dia klo mau minta tolong sama aku
selalu ngomongnya via e-mail hidden
address sama via laciku ini.”
Mia : “Oh begitu ya. Klo gitu sorry banget udah
ganggu kamu sel. Makasih ya infonya.” (Tersenyum
sambil meninggalkan Selly)
Selly : (berteriak)
“Mia, tunggu!”
Mia : “Ya?”
Selly : “Penggemarmu itu seorang laki-laki. Dan dia
ngelakuin ini semua pasti karena pengen liat senyummu terus. Sukses buatmu ya,
mi!” (tersenyum)
Mia : “Makasih banyak, sel.” (senyum-keluar dari kelas)
Dika : “Gimana mi?”
Mia : “Cuma satu clue. Dia cowok. Selly Cuma perantara, cowok itu aja klo mau
ngubungin Selly via e-mail yang di rahasiain addressnya.”
Roy-Viona : “Jadi?”
Mia : “Kita masih belum bisa nemuin siapa ini
orang.”
Dika : (mengelus
pundak Mia) “Besok kita coba lagi, mi.”
Mia : (hanya
mengangguk)
Saat
latihan karate di sore hari…
Viona : (menendang
kearah samsak) “HAIIAH!”
Kak Ian : “Weee… si mantan preman lagi latihan nih.”
Viona : “Diem. HAIIAH!”
Kak Ian : “Salah, maunya itu kamu tekuk dulu kakimu
trus angkat keatas, baru kamu lepas deh tendangannya.”
Viona : “Oiya.” (mempraktikkan)
Kak Ian : “Sudah-sudah. Istirahat aja dulu, nih makan
ini dulu gih.” (memberikan sebuah cokelat
yang mirip punya Mia)
Viona : (memperhatikan
cokelat itu dengan seksama) “Ng…makasih.”
Kak Ian : “Kenapa?” (membuka bungkus cokelat miliknya)
Viona : “Gapapa sih. Cokelatnya mirip aja kayak
punya temenku. Cokelatnya itu dikasih sama secret
admirrernya.”
Kak Ian : “ROY PUNYA SECRET ADMIRER?! SERIUSAN
LO?!!!”
Viona : “BUKAN ROY JUGA KALEEEE. Tapi Mia.”
Kak Ian : “Oalah, si anak baru itu ya? Anak kelas gue
banyak tuh yang naksir dia.”
Viona : “Oya?! Seriusan? Siapa aja?”
Kak Ian : “Rata-rata semua cowok di kelas gue. Tapi
ga hanya di kelas gue sih, dikelas lain
pasti banyak lagi. Siapa juga yang ga bakalan terpesona sama Mia.” (mekan cokelatnya)
Viona : “Duh, jadi ceritanya kakak naksir juga nih?
Beheheheee.”
Kak Ian : “Heh, omongannya ya. Gue doain moga aja lo
kesedak—“
Viona : (tersedak)
“UHUK! UHUK!”
Kak Ian : (kaget
sambil tertawa) “Loh? Beneran kesedak toh?! Hahaha… ambil minum gih didalam
tasku! Di pojokan situ ya.” (menunjuk ke
salah satu arah)
Viona : (merengut
sambil berjalan ke pojok ruangan-membuka tas-minum lalu terbelalak kaget) “Huk…loh
ini kan kertas yang dijadiin surat didalam kado buat Mia. Kok kak Ian punya
juga? Jangan-jangan…”
Kak Ian : “Hoi, lama banget ambil minumnya. Jangan dihabisin
loh minumanku vi…” (tiba-tiba muncul)
Viona : (kaget,
nyembunyiin kertas itu didalam kantongnya) “Ng..ng I..iya nih. Gila gue
haus banget. Sorry ya ehehe.”
Kak Ian : (merengut)
“Dasar. Yasudah, ayo kita latihan lagi.”
Viona : “Oke.”
Di rumah
Mia, suasana berbeda sekali. Mia yang kebetulan mala mini tidak ada pr, sedang
asik menghayal. Menghayal siapakah pengirim kado-kado tersebut. Sayangnya
hayalannya pun terkoyak gara-gara kedatangan Mama dan kakaknya kedalam kamar.
Kak Mulan : “Hayo lagi ngayal apa?!”
Mia : (kaget)
“Ah kakak! Bikin kaget aja!”
Mama : “Mia, ayo susunya diminum dulu. Daritadi
mama panggilin buat ngambil susu di dapur ga denger ya?”
Mia : (menggeleng
sambil minum susu di gelas)
Mama : “Sudah Mia, gausah dipikirin…” (mengelus rambut Mia)
Kak Mulan : “Bener kata Mama, dek. Orang kayak gitu aja
ngapain capek-capek kamu pikirin sih? Kan dia Cuma mau mencoba deket sama
kamu.”
Mama : “Bener kata kak Mulan, mi. malah takutnya
klo kamu pikirin terus, entar kamu sakit.”
Mia : “Bukan ma, kak. Mia Cuma penasaran aja, kok
ada gitu ya ada orang serajin itu? Sampe 2 hari berturut-turut ngasih kado ke
Mia?”
Kak Mulan : “Loh? Itu biasa lagi. Gapernah nonton FTV
ya?” (ngolok-tertawa)
Mia : “Dih…aku ga sebegitu katroknya lagi…”
Kak Mulan : “Malah kamu tergolong enak loh dek. Baru
seminggu sudah dapat temen baru. Lah aku? Masih sendiri.” (merengut)
Mama : “Udah ah, anak-anak Mama gaboleh
sedih-sedih kayak gitu. kalian semua anak kesayangan Mama-Papa dan Tuhan. Pasti
ada rencana yang baik dari Tuhan dibalik semua ini. Jadi gaboleh sedih gitu.
oke?”
Mia-Kak Mulan: (terenyum mengangguk)
Mama : “Ayo semuanya balik ke kamar masing-masing.
Udah malam. Mama balik dulu ya, selamat tidur Mia.” (mengusap kening Mia)
Kak Mulan : “Gutnait little cute rabbit.”
Mia : “Gutnait juga big strong hamster. (pintu terkunci-Mia mulai memandangi langit. MULAI MUSIKAL)
Hari yang berbeda dari hari yang kemarin. Cuaca hari ini aga mendung-berangin.
Namun hal ini rupanya tidak menyurutkan semangata para siswa untuk berangkat ke
sekolah…
Mia : “Kayaknya si secret admirer ga ngirim-ngirim aku barang lagi deh. Syukurlah klo
begitu.”
Dika : “Mungkin dia sadar kali klo selama ini kamu
ngeras terganggu jadi dia stop ngirim deh.”
Roy : “BUKAN! Dia pasti takut besaing sama gue,
Hendrianus Roy! (menepuk dadanya) dia
pasti udah gemetaran banget pas tau klo kemarin gue nyariin Selly!”
Dika : “Bangga amat lu, Roy…”
Roy : “Bacot lu, dik. Betewe, Viona mana ya?
Tumben dia kesiangan?”
Viona : (tiba-tiba
masuk kelas dengan terengah-engah) “Selamat…gue ga telat…sukurlah…”
Dika : “Gila, bikin kaget ajanih Viona.”
Viona : “So…sorry, dik. Gua ga bermaksud. Oya, mi,
lo bisa gue pinjem bentar? Ada yang mau gue omong—“
Selly : “Permisi, ada Mia-nya?”
Mia : “Oh iya. Silahkan masuk, sel. Ada apa?”
Selly : (menyerahkan
secarik surat kepada Mia) “Ng sorry ganggu pagi-pagi, mi. Ini ada surat
dari penggemarmu. Surat ini ditaro di dalam laciku trus aku disuruh ngasih
langsung ke kamu.”
Viona : (terbelalak
kaget melihat surat tersebut) “TUNGGU! MIA JANGAN TERIMA ITU SURAT!”
Mia : “Hah? Maksudnya, vi?
Dika : “Kamu ngomong apasih, vi? Kan itu buat Mia,
kok malah kamu yang ngelarang?”
Roy : “GUE SETUJU SAMA VIONA! Jangan terima,
mi…pelis….”
Viona : “Mi, percaya sama gue. Gue tau siapa yang
ngirim ini semua. Bonek, cokelat dan surat ini. Gue tau siapa. Gue kenal orang
itu dan gue juga punya bukti kuat.”
M-D-R-S : “Siapa, vi?!”
Viona : “Dia—“
Kak Ian : (berteriak
dari dalam koridor) “VIONA! GUE ADA PERLU SAMA ELO, SEKARANG!”
Viona : (kaget)
“Wait. Jangan ada yang pergi ya. (keluar kelas) Apa? Perlu apa lo sama
gue?”
Kak Ian : (merapatkan
tangannya seperti meminta ampun) “PLIS, klo lo udah tau soal ini tolong lo
diem-diem aja. Gue percaya sama elo.”
Viona : (pura-pura
bego) “Tau soal apa?”
M-D-R-S : (mengendap-endap
keluar dari dalam kelas untuk mendengar percakapan Viona dengan Kak Ian)
Viona : (melihat
teman-temannya keluar dari dalam kelas untuk menguping)
Kak Ian : “Halah, gausah pura-pura bego lo. Gue tau
lo yang ngambil sisa kertas surat gue buat Mia. Gausah bohong lo.”
Mia : (terbelalak
kaget)
Viona : “Ntar…jadi selama ini, kado dan surat-surat
itu dari elo semua?” (meninggikan
suaranya supaya kedengaran teman-temannya)
Kak Ian : “SSST! Gausah gede-gede juga kali suaranya.
Iya, gue ngaku! Puas lo? (muka masam
sambil malu-malu)
Viona : (memukul
bahu Kak Ian) “Gila!!! Soswit abis lu, kak! Dapat ide darimana coba sampe
bisa nyamar jadi secret admirer seunyu
itu?”
Kak Ian : (malu-malu)
“Dari denger-denger obrolannya temen-temen gue aja sih.”
Viona : “BWAHAHAHAHA…berarti lo sama aja dong kayak
temen-temen lo yang lain? Sama-sama naksir Mia.”
Kak Ian : “Iyasih. Tapi ada hal yang bikin gue beda
dari mereka semua.”
Viona : “Apa coba?”
Kak Ian : “Gue bener-bener punya perasaan tulus ke
dia. Ini bukan perasaan yang kayak kebanyakan orang yang cuma main-main. Gue
serius. Makanya gue juga pengen nge-treat
dia dengan serius dari awal. Gue pengen nunjukin klo gue bakalan selalu ada
buat dia walaupun itu lewat benda yang bahkan bukan gue yang ngasih sendiri.
Gue malah minta bantuan tetangga gue… gue emang pengecut.” (tertunduk lesu)
Dika : (bisik-bisik)
“Kamu tetangganya kak Ian, sel?!”
Selly : “ I..iya..”
Roy : “Lah terus kenapa ga bilang dari awal sih?
Kenapa mesti kamu sembunyi-sembunyiin gitu?!”
Selly : “Ya karena memang aku gatau siapa yang
ngirim itu. Seriusan deh.”
Mia : “SSSTTT.” (hening)
Viona : (menepuk
pundak Kak Ian) “Lo ga pengecut sama sekali kok, lo malah dewasa banget.
Tapi bakalan lebih baik lagi klo lo ngomong langsung soal perasaan lo ini ke
dia.”
Kak Ian : “Oya? Tapi gue—“
(suara
orang jatuh)
Roy : “Aduh! Gila lu! Ngapain lo mukulin gue,
dik?! Kasian tuh Mia, dia jatuh juga kan? gimana sih lo?!”
Dika : “Habis tadi di pundakmu ada semut gede
gitu, gue kan takut!”
Roy : “Halah! Kayak banci aja lo, dik! Mi, lo
gapapa kan?” (memegang tangan Mia)
Selly : “Teman-teman, sepertinya kita ngelakuin
sebuah hal yang sangat salah.”
Mia : (terpaku
melihat kak Ian)
Kak Ian : (terpaku
melihat Mia)
Viona : “Dasar Roy bego! Udah sekarang kita pergi
dulu yok, bye kak Ian, lain kali lagi ya curhatnya. Gue titip Mia sama lo, ya!”
(buru-buru memboyong teman-temannya pergi)
Kak Ian : (mati
kutu) “Ng…hai…gue Ian. Temennya Viona.” (mengulurkan
tangannya)
Mia : “Mia… salam kenal kak. (terunduk malu) Ng… jadi selama ini, semua barang itu dari
kakak?...”
Kak Ian : (gugup)
“I…iya. Sorry ya lo kamu merasa terganggu gara-gara itu.” (garuk-garuk kepala)
Mia : “I…iya gapapa kak. Cuman…”
Kak Ian : “Cuman?”
Mia : “Ga nyangka aja sih klo ada yang sampe
segininya..”
Kak Ian : “Mia, aku tau ini terlalu cepat tapi aku
sebenernya punya perasaan sama kamu. Serius.”
Mia : “Maafin Mia kak. Aku ngerti kok kak, tapi
bisa ga kakak pendem perasaan itu dulu jadi sebatas temen dulu? Soalnya Mia kan
juga baru kenal lingkungan sekolah ini. Paling ga bisa jadi temen kakak itu such a great experience lah.” (tersenyum)
Kak Ian : “Oke aku ngerti. Jadi sekarang kita temen
beneran ya?” (tersenyum ramah-mengarahkan
kelingkingnya)
Mia : “Yap!” (menyambut
kelingking kak Ian seperti layaknya janji kelingking)
Beginilah akhirnya. Memang suatu ketidak beruntungan bagi Kak Ian. Tapi
setelah diambil hikmahnya, toh dia bisa berteman baik dengan Mia.
Hari berganti bulan, bulan berganti tahun. Beginilah jadinya kehidupan
Mia di kota pindahannya. Ia menjadi seorang siswa yang berprestasi di
sekolahnya. Tidak hanya berprestasi, kehadirannya sebagai ‘Bunga Sekolah’ tidak pernah ada yang menyaingi. Namun hal ini
tidak membuat Mia besar kepala. Ia masih seperti dulu, Mia yang rendah hati,
Mia yang suka risih dengan penggemarnya dan yang paling penting adalah: Mia yang sangat menyayangi sahabat-sahabatnya.
TAMAT